Jumat, 25 Oktober 2013

Jatuh Cinta = Menonaktifkan Logika

Gambar dari Google

17 Oktober 2012
Tulisan ini terinspirasi dari obrolanku via sms dengan salah seorang teman (Nuri) tadi malam. Lucu rasanya menyadari bahwa di usia kami -yang bisa dikatakan berada dalam fase dewasa- kami masih juga meraba-raba apa itu cinta, kenapa bisa jatuh cinta, dan apakah ada cinta yang tulus. Dalam hal ini, aku membicarakan konteks cinta dengan lawan jenis dan murni menuliskannya berdasarkan persepsiku. Jadi kalau misalnya ada pandanganku yang bertolak belakang dengan pemikiran kalian, maka kita boleh mendiskusikannya nanti :p

Aku heran juga kenapa kali ini aku mau membicarakan tentang cinta di ruang publik. Padahal, biasanya aku adalah orang yang tidak mau terang-terangan menulis tentang ini. Aih aih…sepertinya saat ini aku sedang terkena syndrome jatuh cinta akut. Dasar!!

Well, sebenarnya cinta itu berasal dari bahasa apa sih, atau dia itu sejenis apa sebenarnya (pura-pura nggak tahu). Kenapa substansi dari kata ‘cinta’ itu begitu mempengaruhi kita. Gara-gara cinta, kita bisa jadi senang, sedih, galau, kelihatan bodoh, hampir gila, rela ngelakuin hal-hal konyol dan bahkan yang lebih parah: bunuh diri.

Hmm..keliatannya itu masih terlalu luas ya. Oke, kali ini aku akan memperkecil ruang lingkupnya dan menfokuskannya pada jatuh cinta. Pasti dong kalian semua pernah jatuh cinta. Kalau ada yang belum pernah, maka aku bakalan bilang “congratulation yaa..kamu udah menjadi orang yang paling kamseupay!” hohoho.

Nah, kalau gitu aku anggap kalian sudah pernah jatuh cinta. Lantas, apakah kalian menyadari efek yang ditimbulkannya pada kita. Yah, misalnya saja kita sering senyum-senyum sendiri, salah tingkah, dan seperti yang sudah aku tuliskan diatas, kita jadi kelihatan bodoh dan rela ngelakuin hal-hal konyol. Selain itu, sering kali, saat cinta sedang bermain, kinerja logika terasa menjadi tidak aktif atau lumpuh. Kalau Agnes Monica bilang “You’ve got me paralyzed”. Contohnya ya itu tadi, saat kita jatuh cinta. Kita sering bertanya-tanya kenapa kita bisa jatuh cinta pada seseorang? Kenapa harus dia orangnya? Dan selanjutnya akan terus bermunculan pertanyaan kenapa kenapa dan kenapa. Lantas kita menjadi sangat bodoh karena nyatanya kita tidak menemukan satu alasanpun sebagai jawabannya. Lihatlah, logika kita tidak berfungsi pada saat itu.

Lagipula, mungkin bukannya kita tidak mau menggunakan logika. Hanya saja, karena cinta itu adalah rasa, makanya kita lebih banyak bermain diperasaan. Benar nggak? Hehehe. Kelihatannya itu alasan klasik. Padahal kenyataan yang terjadi mungkin kita memang sengaja menonaktifkan logika. Kalau boleh minjem istilah Nuri, mengamnesiakan logika. Yah, mau bagaimana lagi, itulah realitanya. Ceila..

Sebenarnya masih banyak lagi yang pengen aku bahas disini. Tapi berhubung mata sudah lowbat, jadi cukup sampai disini saja deh. Maybe, I’ll write it in the next note..^_^

Tidak ada komentar: