Minggu,
21 November 2010
Tulisan
ini tidak bermaksud untuk menjelekkan siapapun, saya buat tulisan ini hanya
untuk mengambil sebuah pelajaran dari setiap fenomena yang saya hadapi.
Hari
ini adalah pertemuan pertama fatayat (pengajian remaja) dari seluruh binaan
Fitiyah Sakinah. Namun walad (anak-anak) juga diikutsertakan, karena ini masih
pertemuan yang pertama kali. Jika diadakan lagi bulan depan, maka hanya fatayat
saja yang hadir, khusus walad akan dibuat forum tersendiri.
Awalnya
semua berjalan lancar, masing-masing dari fatayat memperkenalkan dirinya. Para
walad pun juga masih duduk manis dan dipersilahkan memperkenalkan diri setelah
para fatayat. Setelah semuanya berkenalan dan saling mengungkapkan tentang
fenomenanya masing-masing, maka forum pun dikembalikan kepada coordinator
fatayat, dan selanjutnya diserahkan kepada Pembina.
Di
tengah-tengah forum ini berjalan, ada satu walad yang keluar dari forum.
Mungkin dia sudah jenuh (namanya juga anak-anak). Tak berapa lama kemudian, kami mendengar anak
itu berteriak marah -karena keberadaan anak itu tidak jauh dari baldah kami-
sambil memegang batu dan memaki-maki orang yang mengganggunya (aku nggak tau
persis siapa yang mengganggunya).
Awalnya
kami semua tidak begitu kaget, mengingat karena anak itu memang terkenal agak
nakal. Jadi forum pun sama sekali tidak terganggu karena ulahnya. Namun,
beberapa menit kemudian, dia merajuk pada ibunya untuk meminta pulang. Tentu
kami bisa melihat dia, karena ibunya duduk di dekat pintu. Dia berteriak marah,
memaki ibunya dan menangis. Ibunya tidak mungkin bisa menuruti permintaannya,
karena mereka berangkat kesini rombongan Artinya dia baru bisa pulang kalau
forum sudah selesai.
Kami
memaklumi sikapnya, mungkin karena dia masih fitrah. Forum pun agak rebut,
karena kami para fatayat tertawa melihat tingkahnya itu. Tapi, kami semua kaget
terhenyak termasuk Pembina saat dia mengatakan sesuatu hal yang tidak layak
diucapkan seorang anak berusia 8 tahun. Dia mengatakan “diem kalian semua.
Anj*, bab*..(maaf, bagian ini disensor)..ntah ngapain pun ngaji-ngaji kekgini,
lebih bagus kalian main judi daripada ngaji kekgini. Enak lagi dapet duit..!!
untuk apa ngaji-ngaji kekgini, bukannya dapat duit, malah buang-buang duit iya”
(sambil berteriak dan menangis).
Sampai
disini aku berpikir, darimana dia mendapatkan kata-kata seperti itu.
Orangtuanya kah, lingkungan, atau dirinya sendiri? Entahlah. Aku hanya merasa
itu sangat aneh, anak umur 8 tahun bisa mengatakan kata-kata itu dengan sangat
fasih. Apakah itu masih bisa dikatakan fitrah?
Jika
kita melihat fenomena sekarang ini, begitu banyak anak-anak kecil yang sudah
lari dari fitrahnya. Apalagi remaja, hmm..saya cukup merinding mengingat hal
ini. Lalu ini salah siapa? Tentunya kita tidak akan berbicara benar ataupun
salah, dalam konteks ini kita hanya berbicara layak dan tidak layak, lalu
mengambil pelajaran untuk selanjutnya menjadi aquisisi.
Bagaimana
dengan anda? Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih
seperti sekarang ini, janganlah kita sampai lengah dari mengingat Allah dan
tetap mengabdi padanya. Bahkan secara tidak sadar, kita lebih suka membaca ilmu
pengetahuan yang bisa mendangkalkan akidah daripada duduk untuk mengaji
Al-Quran.
Tentunya
kita tetap dituntut untuk menjadi generasi pelurus Islam yang berpikiran
intelektual namun tetap berdedikasi Qur’ani. Namun, kita harus pandai mengolah
setiap informasi yang kita dapat agar kefitrahan kita tetap terjaga dan
pemikiran kita tidak terkontaminasi. Kita semua masih dalam proses belajar untuk
mengenali diri agar kita semua arif dan qarib kepada Allah. Karena saya selalu
ingat, sejauh apapun kita melangkah masa depan kita tetaplah akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar